Jumat, 20 Januari 2012

TENTANG QUNUT: Pilihan ditangan Anda

Uraian Pendapat Para Ulama Ada tiga pendapat dikalangan para
ulama, tentang disyariatkan atau
tidaknya qunut Shubuh.
Pendapat pertama : Qunut shubuh
disunnahkan secara terus-menerus,
ini adalah pendapat Malik, Ibnu Abi Laila, Al-Hasan bin Sholih dan Imam
Syafi’iy.
Pendapat kedua : Qunut shubuh
tidak disyariatkan karena qunut itu
sudah mansukh (terhapus
hukumnya). Ini pendapat Abu Hanifah, Sufyan Ats-Tsaury dan lain-
lainnya dari ulama Kufah.
Pendapat ketiga : Qunut pada
sholat shubuh tidaklah disyariatkan
kecuali pada qunut nazilah maka
boleh dilakukan pada sholat shubuh dan pada sholat-sholat lainnya. Ini
adalah pendapat Imam Ahmad, Al-
Laits bin Sa’d, Yahya bin Yahya Al-
Laitsy dan ahli fiqh dari para ulama
ahlul hadits. Dalil Pendapat Pertama Dalil yang paling kuat yang dipakai
oleh para ulama yang menganggap
qunut subuh itu sunnah adalah
hadits berikut ini : ﻣَﺎ ﺯَﺍﻝَ ﺱَﺭ ?� ﻝْﻭ ?� ﻪﻠﻟﺍ ?� ﻪﻠﻟﺍ ﻰَّﻠَﺻ ?� ﻪْﻴَﻠَﻋ ?� ﻝﺁَﻭ ?� ﻩ ?� ﻦْﻘَﻳ َﻢَّﻠَﺳَﻭ ?� ﺕ ?�?� ?� ﺓَﻼَﺻ ْﻱ ?� ﺓﺍَﺪَﻐْﻟﺍ ?� ﻰَّﺘَﺣ َ?� ّﺪﻟﺍ َﻕَﺭﺍ ?� ﺎَﻴْﻧ “Terus-menerus Rasulullah
shollallahu ‘alaihi wa a lihi wa sallam
qunut pada sholat Shubuh sampai
beliau meninggalkan dunia ?. Dikeluarkan oleh ‘Abdurrozzaq
dalam Al Mushonnaf 3/110
no.4964, Ahmad 3/162, Ath-Thoh
awy dalam Syarah Ma’ani Al Atsar
1/244, Ibnu Syahin dalam Nasikhul
Hadits Wamansukhih no.220, Al-Ha kim dalam kitab Al-Arba’in
sebagaimana dalam Nashbur
Royah 2/132, Al-Baihaqy 2/201 dan
dalam Ash-Shugro 1/273, Al-
Baghawy dalam Syarhus Sunnah
3/123-124 no.639, Ad-Daruquthny dalam Sunannya 2/39, Al-Maqdasy
dalam Al-Mukhtaroh 6/129-130
no.2127, Ibnul Jauzy dalam At-
Tahqiq no.689-690 dan dalam
Al-’Ilal Al-Mutanahiyah no.753 dan
Al-Khatib Al-Baghdady dalam Mudhih Auwan Al Jama’ wat Tafr iq
2/255 dan dalam kitab Al-Qunut
sebagaimana dalam At-Tahqiq
1/463. Semuanya dari jalan Abu Ja’far Ar-
Rozy dari Ar-Robi’ bin Anas dari
Anas bin Malik.
Hadits ini dishohihkan oleh
Muhammad bin ‘Ali Al-Balkhy dan
Al-Hakim sebagaimana dalam Khulashotul Badrul Munir 1/127 dan
disetujui pula oleh Imam Al-Baihaqy.
Namun Imam Ibnu Turkumany
dalam Al-Jauhar An-Naqy berkata :
“Bagaimana bisa sanadnya menjadi
shohih sedang rowi yang meriwayatkannya dari Ar-Rob i’ bin
Anas adalah Abu Ja’far ‘Isa bin
Mahan Ar-Rozy mutakallamun fihi
(dikritik)”. Berkata Ibnu Hambal dan
An-Nasa`i : “Laysa bil qowy (bukan
orang yang kuat)”. Berkata Abu Zur’ah : “Yahimu katsiran (Banyak
salahnya)”. Berkata Al-Fallas :
“Sayyi`ul hifzh (Jelek hafalannya)”.
Dan berkata Ibnu Hibban : “Dia
bercerita dari rowi-rowi yang
masyhur hal-hal yang mungkar”. Dan Ibnul Qoyyim dalam Zadul
Ma’ad jilid I hal.276 setelah menukil
suatu keterangan dari gurunya Ibnu
Taimiyah tentang salah satu bentuk
hadits mungkar yang diriwayatkan
oleh Abu Ja’far Ar-Rozy, beliau berkata : “Dan yang dimaksudkan
bahwa Abu Ja’far Ar-R ozy adalah
orang yang memiliki hadits-hadits
yang mungkar, sama sekali tidak
dipakai berhujjah oleh seorang pun
dari para ahli hadits periwayatan haditsnya yang ia bersendirian
dengannya”. Dan bagi siapa yang membaca
keterangan para ulama tentang Abu
Ja’far Ar-R ozy ini, ia akan melihat
bahwa kritikan terhadap Abu Ja’far
ini adalah Jarh mufassar (Kritikan
yang jelas menerangkan sebab lemahnya seorang rawi). Maka apa
yang disimpulkan oleh Ibnu Hajar
dalam Taqrib-Tahdzib sudah sangat
tepat. Beliau berkata : “Shoduqun
sayi`ul hifzh khususon ‘anil Mughiroh
(Jujur tapi jelek hafalannya, terlebih lagi riwayatnya dari Mughirah).
Maka Abu Ja’far ini lemah haditsnya
dan hadits qunut subuh yang ia
riwayatkan ini adalah hadits yang
lemah bahkan hadits yang
mungkar. Dihukuminya hadits ini sebagai
hadits yang mungkar karena 2
sebab :
Satu : Makna yang ditunjukkan oleh
hadits ini bertentangan dengan
hadits shohih yang menunjukkan bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wa
alihi wa sallam tidak melakukan
qunut kecuali qunut nazilah,
sebagaimana dalam hadits Anas bin
Malik : ﺃَﻥَّ ﺐَّﻨﻟﺍ ?� ﻪﻠﻟﺍ ﻰَّﻠَﺻ َّﻱ ?� ﻪْﻴَﻠَﻋ ?� ﻝﺁَﻭ ?� ﻩ ?� ﻦْﻘَﻳ َﻻ َﻥﺎَﻛ َﻢَّﻠَﺳَﻭ ?� ﺕ ?� ﺇ ?� ﺇ َّﻻ ?� ﻝ ﺎَﻋَﺩ ﺍَﺫ ?� ﻡْﻮَﻗ ?� ﻰَﻠَﻋ ْﻭَﺃ ﻗَﻮْﻡ �? “Sesungguhnya Nabi shollallahu
‘alaihi wa a lihi wa sallam tidak
melakukan qunut kecuali bila beliau
berdo’a untuk (kebaikan) suatu
kaum atau berdo’a (kejelekan atas
suatu kaum)” . Dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah
1/314 no. 620 dan dan Ibnul Jauzi
dalam At-Tahqiq 1/460 dan
dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani
dalam Ash-Shahihah no. 639.
Kedua : Adanya perbedaan lafazh dalam riwayat Abu Ja’far Ar-Rozy ini
sehingga menyebabkan adanya
perbedaan dalam memetik hukum
dari perbedaan lafazh tersebut dan
menunjukkan lemahnya dan tidak
tetapnya ia dalam periwayatan. Kadang ia meriwayatkan dengan
lafazh yang disebut di atas dan
kadang meriwayatkan dengan
lafazh : ﺃَﻥَّ ﺐَّﻨﻟﺍ ?� ﻪﻠﻟﺍ ﻰَّﻠَﺻ َّﻱ ?� ﻪْﻴَﻠَﻋ ?� ﻝﺁَﻭ ?� ﻩ ?� َﺖَﻨَﻗ َﻢَّﻠَﺳَﻭ ?�?� ْﻝﺍ ﻱ َ?� ﺟْﺮ �? “Sesungguhnya Nabi shollahu ‘alahi
wa alihi wa sallam qunut pada
shalat Subuh”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi
Syaibah dalam Al Mushonnaf 2/104
no.7003 (cet. Darut Taj) dan disebutkan pula oleh imam Al
Maqdasy dalam Al Mukhtarah
6/129.
kemudian sebagian para ‘ulama
syafi’iyah menyebutkan bahwa
hadits ini mempunyai beberapa jalan-jalan lain yang
menguatkannya, maka mari kita
melihat jalan-jalan tersebut :
Jalan Pertama : Dari jalan Al-Hasan
Al-Bashry dari Anas bin Malik, beliau
berkata : ﻗَﻨَﺖَ ﺱَﺭ ?� ﻝْﻭ ?� ﻪﻠﻟﺍ ?� ﻪﻠﻟﺍ ﻰَّﻠَﺻ ?� ﻪْﻴَﻠَﻋ ?� ﻝﺁَﻭ ?� ﻩ ?� ﺏَﺃَﻭ َﻢَّﻠَﺳَﻭ ?� ﺮْﻜَﺑ ْﻭ ?� ﻉَﻭ ?� ﻉَﻭ َﺮْﻣ ?� ﺲْﺣَﺃَﻭ َﻥﺎَﻤْﺛ ?� ﺏ ?� ﻩ ?� ﺏﺍَﺭَﻭ ?� ﻰَّﺘَﺣ ٌﻉ َ?� ﺖْﻗَﺭﺍ ?� ﻩ ?� ْﻡ “Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa
alihi wa Sallam, Abu Bakar, ‘Umar
dan ‘Utsman, dan saya (rawi)
menyangka “dan keempat” sampai
saya berpisah denga mereka”.
Hadits ini diriwayatkan dari Al Hasan oleh dua orang rawi :
Pertama : ‘Amru bin ‘Ubaid.
Dikeluarkan oleh Ath-Thohawy
dalam Syarah Ma’ani Al Atsar 1/243,
Ad-Daraquthny 2/40, Al Baihaqy
2/202, Al Khatib dalam Al Qunut dan dari jalannya Ibnul Jauzy
meriwayatkannya dalam At-Tahqiq
no.693 dan Adz-Dzahaby dalam
Tadzkiroh Al Huffazh 2/494. Dan
‘Amru bin ‘Ubaid ini adalah
gembong kelompok sesat Mu’tazilah dan dalam periwayatan
hadits ia dianggap sebagai rawi
yang matrukul hadits (ditinggalkan
haditsnya).
Kedua : Isma’il bin Muslim Al Makky,
dikeluarkan oleh Ad-Da raquthny dan Al Baihaqy. Dan Isma’il ini
dianggap matrukul hadits oleh
banyak orang imam. Baca :
Tahdzibut Tahdzib. Catatan : Berkata Al Hasan bin Sufyan dalam
Musnadnya : Menceritakan kepada
kami Ja’far bin Mihr on, (ia berkata)
menceritakan kepada kami ‘Abdul
Warits bin Sa’id, (ia berkata)
menceritakan kepada kami Auf dari Al Hasan dari Anas beliau berkata : ﺖْﻴَّﻠَﺻ ?� ﺱَﺭ َﻊَﻣ ?� ﻝْﻭ ?� ﻪﻠﻟﺍ ?� ﻪﻠﻟﺍ ﻰَّﻠَﺻ ?� ﻪْﻴَﻠَﻋ ?� ﻝﺁَﻭ ?� ﻩ ?� َﻢَّﻠَﺳَﻭ َ?� ﻦْﻘَﻳ ْﻝَﺰَﻳ ْﻢَﻟ ?� ﺕ ?�?� ?� ﺓَﻼَﺻ ْﻱ ?� ﺓﺍَﺪَﻐْﻟﺍ ?� ﻰَّﺘَﺣ َ?� ﺖْﻗَﺭﺍ ?� ﻩ�? “Saya sholat bersama Rasulullah
Shollallahu ‘alaihi wa alihi wa
Sallam maka beliau terus-menerus
qunut pada sholat Subuh sampai
saya berpisah dengan beliau”.
Riwayat ini merupakan kekeliruan dari Ja’far bin Mihron sebagaimana
yang dikatakan oleh imam Adz-
Dzahaby dalam Mizanul I’tidal
1/418. Karena ‘Abdul Warits tidak
meriwayatkan dari Auf tapi dari
‘Amru bin ‘Ubeid sebagaiman dalam riwayat Abu ‘Umar Al Haudhy dan
Abu Ma’mar – dan beliau ini adalah
orang yang paling kuat riwayatnya
dari ‘Abdul Warits-.
Jalan kedua : Dari jalan Khalid bin
Da’laj dari Qotadah dari Anas bin Malik : ﺖْﻴَّﻠَﺻ ?� ْﻞَﺧ َ?� ﺱَﺭ ?� ﻝْﻭ ?� ﻪﻠﻟﺍ ?� ﻪﻠﻟﺍ ﻰَّﻠَﺻ ?� ﻪْﻴَﻠَﻋ ?� ﻝﺁَﻭ ?� ﻩ ?� ْﻞَﺧَﻭ َﻢَّﻠَﺳَﻭ َ?� ﻉ ?� َﺮَﻣ َ?� ْﻞَﺧَﻭ َﺖَﻨَﻗ َ?� ﻉ ?� َﻥﺎَﻤْﺛ َ?� َﺖَﻨَﻗ “Saya sholat di belakang Rasulullah
shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam
lalu beliau qunut, dan dibelakang
‘umar lalu beliau qunut dan di
belakang ‘Utsman lalu beliau
qunut”. Dikeluarkan oleh Al Baihaqy 2/202
dan Ibnu Syahin dalam Nasikhul
Hadi ts wa Mansukhih no.219.
Hadits di atas disebutkan oleh Al
Baihaqy sebagai pendukung untuk
hadits Abu Ja’far Ar-Rozy tapi Ibnu Turkumany dalam Al Jauhar An
Naqy menyalahkan hal tersebut,
beliau berkata : “Butuh dilihat
keadaan Khalid apakah bisa dipakai
sebagai syahid (pendukung) atau
tidak, karena Ibnu Hambal, Ibnu Ma’in dan Ad-Daruquthny
melemahkannya dan Ibnu Ma’ in
berkata di (kesempatan lain) : laisa
bi syay`in (tidak dianggap) dan An-
Nasa`i berkata : laisa bi tsiqoh
(bukan tsiqoh). Dan tidak seorangpun dari pengarang Kutubus
Sittah yang mengeluarkan
haditsnya. Dan dalam Al-Mizan, Ad
Daraquthny mengkategorikannya
dalam rowi-rowi yang matruk.
Kemudian yang aneh, di dalam hadits Anas yang lalu, perkataannya
“Terus-menerus beliau qunut pada
sholat Subuh hingga beliau
meninggalkan dunia”, itu tidak
terdapat dalam hadits Khal id. Yang
ada hanyalah “beliau (nabi) ‘alaihis Salam qunut”, dan ini adalah
perkara yang ma’ruf (dikenal). Dan
yang aneh hanyalah terus-menerus
melakukannya sampai meninggal
dunia. Maka di atas anggapan dia
cocok sebagai pendukung, bagaimana haditsnya bisa dijadikan
sebagai syahid (pendukung)”.
Jalan ketiga : Dari jalan Ahmad bin
Muhammad dari Dinar bin ‘Abdillah
dari Anas bin Malik : ﻣَﺎ ﺯَﺍﻝَ ﺱَﺭ ?� ﻝْﻭ ?� ﻪﻠﻟﺍ ?� ﻪﻠﻟﺍ ﻰَّﻠَﺻ ?� ﻪْﻴَﻠَﻋ ?� ﻝﺁَﻭ ?� ﻩ ?� ﻦْﻘَﻳ َﻢَّﻠَﺳَﻭ ?� ﺕ ?�?� ?� ﺓَﻼَﺻ ْﻱ ?� ﺺْﻟﺍ ?� ﺢْﺑ ?� َﺕﺎَﻣ ﻰَّﺘَﺣ “Terus-menerus Rasulullah
Shollallahu ‘alaihi wa a lihi wa
Sallam qunut pada sholat Subuh
sampai beliau meninggal”.
Dikeluarkan oleh Al Khatib dalam Al
Qunut dan dari jalannya, Ibnul Jauzy dalam At-Tahq iq no. 695.
Ahmad bin Muhammad yang diberi
gelar dengan nama Ghulam Khalil
adalah salah seorang pemalsu
hadits yang terkenal. Dan Dinar bin
‘Abdillah, kata Ibnu ‘Ady : “Mungkarul hadits (Mungkar
haditsnya)”. Dan berkata Ibnu Hibba
n : “Ia meriwayatkan dari Anas bin
Malik perkara-perkara palsu, tidak
halal dia disebut di dalam kitab
kecuali untuk mencelanya”. Kesimpulan pendapat pertama:
Jelaslah dari uraian diatas bahwa
seluruh dalil-dalil yang dipakai oleh
pendapat pertama adalah hadits
yang lemah dan tidak bisa
dikuatkan. Kemudian anggaplah dalil mereka
itu shohih bisa dipakai berhujjah,
juga tidak bisa dijadikan dalil akan
disunnahkannya qunut subuh
secara terus-menerus, sebab qunut
itu secara bahasa mempunyai banyak pengertian. Ada lebih dari
10 makna sebagaimana yang
dinukil oleh Al-Hafidh Ibnu Hajar dari
Al-Iraqi dan Ibnul Arabi. 1. Doa 2. Khusyu’ 3. Ibadah 4. Taat 5. Menjalankan ketaatan. 6. Penetapan ibadah kepada
Allah 7. Diam 8. Shalat 9. Berdiri 10. Lamanya berdiri 11. Terus menerus dalam
ketaatan Dan ada makna-makna yang lain
yang dapat dilihat dalam Tafsir Al-
Qurthubi 2/1022, Mufradat Al-Qur’an
karya Al-Ashbahany hal. 428 dan
lain-lain.
Maka jelaslah lemahnya dalil orang yang menganggap qunut subuh
terus-menerus itu sunnah.
Dalil Pendapat Kedua
Mereka berdalilkan dengan hadits
Abu Hurairah riwayat Bukhary-
Muslim : ﻛَﺎﻥَ ﺱَﺭ ?� ﻝْﻭ ?� ﻪﻠﻟﺍ ?� ﻪﻠﻟﺍ ﻰَّﻠَﺻ ?� ﻪْﻴَﻠَﻋ ?� ﻝﺁَﻭ ?� ﻩ ?� ﻖَﻳ َﻢَّﻠَﺳَﻭ ?� ﻝْﻭ ?� ﺡ ?� َﻱ َﻦْﻳ ْ?� ﻍَﺭ ?� ﻡ ?� ﺓَﻼَﺻ ْﻥ ?� ﻝﺍ َ?� ﺮْﺟ ?� ﻡ ?� ﻖْﻟﺍ َﻥ ?� ﺓَﺀﺍَﺭ ?� ﻱَﻭ ?� ّﺐَﻛ ?� ﺭ ?� ْﺮَﻳَﻭ َ?� ﻉ ?� ﻪَﺳْﺃَﺭ ?� ﻢَﺳ ?� ﻪﻠﻟﺍ َﻉ ?� ﻝ ?� ﻢَﺣ ْﻦَﻣ ?� ﻩَﺩ ?� ﺪْﻤَﺤْﻟﺍ َﻚَﻟَﻭ ﺎَﻨَّﺑَﺭ ?� ﺙ ?� ﻖَﻳ َّﻡ ?� ﻝْﻭ ?� ﻩَﻭ ?� ﺉﺎَﻗ َﻭ ?� ﻪَّﻠﻟَﺍ ٌﻡ ?� ﺞْﻧَﺃ َّﻡ ?� ﻝَﻮْﻟَﺍ ?� َﻦْﺑ َﺪْﻳ ﻝَﻮْﻟﺍ ?� ﺪْﻳ ?� ﻩ َﻦْﺑ َﺔَﻤَﻠَﺳَﻭ ?� ﻡﺎَﺷ ?� ﺏَﺃ َﻦْﺑ َﺵﺎَّﻴَﻋَﻭ ?� ﺏَﺭ ْﻱ ?� ﻢْﻟﺍَﻭ َﺔَﻌْﻳ ?� َﻊْﻀَﺘْﺳ ?�?� ﻡ َﻦْﻳ ?� ﻢْﻟﺍ َﻥ ?�?� ﻡْﺅ ?� ﻥ ?� ﻪَّﻠﻟَﺍ َﻦْﻳ ?� ﺪْﺷﺍ َّﻡ ?� ﻡ ﻰَﻠَﻋ َﻚَﺗَﺄْﻃَﻭ ْﺩ ?� ﻪْﻴَﻠَﻋ ﺎَﻬْﻠَﻌْﺟﺍَﻭ َﺮَﺿ ?� ﺲَﻛ ْﻡ ?� ﻥ ?� ﻱ ْﻱ ?� ﺱْﻭ َ?�?� ﻪَّﻠﻟَﺍ ?� ﻝ ْﻦَﻌْﻟﺍ َّﻡ ?� ﺭَﻭ َﻥﺎَﻴْﺣ ?� ﻉَﻭ َﻥﺍَﻮْﻛَﺫَﻭ ًﻼْﻋ ?� ﺖَﺼَﻋ َﺔَّﻴَﺻ ?� ﺱَﺭَﻭ َﻪﻠﻟﺍ ?� ﻪَﻟْﻭ ?� ﺙ ?� ﻪَﻧَﺃ ﺎَﻨَﻐَﻠَﺑ َّﻡ ?� ﻝَﺫ َﻙَﺮَﺗ ?� َﻝَﺰْﻧَﺃ ﺎَّﻤَﻟ َﻙ )) : ﻡ َﻚَﻟ َﺲْﻴَﻟ ?� َﻥ ﺮْﻣَﻷﺍ ?� ﺖَﻳ ْﻭَﺃ ٌﺀْﻲَﺷ ?� ﻪْﻴَﻠَﻋ َﺏْﻭ ?� ﻱ ْﻭَﺃ ْﻡ ?� ّﺬَﻋ ?� ﻪَﺑ ?� ْﻡ َ?� ﺇ ?� ﻪَّﻧ ?� ﻝﺎَﻇ ْﻡ ?� ﻡ ?� ﻭْﻥَ)) “Adalah Rasulullah shollallahu ‘alaihi
wa alihi wa sallam ketika selesai
membaca (surat dari rakaat kedua)
di shalat Fajr dan kemudian
bertakbir dan mengangkat
kepalanya (I’tidal) berkata : “Sami’allahu liman hamidah
rabbana walakal hamdu, lalu beliau
berdoa dalaam keadaan berdiri. “Ya
Allah selamatkanlah Al-Walid bin Al-
Walid, Salamah bin Hisyam, ‘Ayyasy
bin Abi Rabi’ah dan orang-orang yang lemah dari kaum mu`minin. Ya
Allah keraskanlah pijakan-Mu
(adzab-Mu) atas kabilah Mudhar
dan jadianlah atas mereka tahun-
tahun (kelaparan) seperti tahun-
tahun (kelaparan yang pernah terjadi pada masa) Nabi Yusuf.
Wahai Allah, laknatlah kabilah
Lihyan, Ri’lu, Dzakw an dan
‘Ashiyah yang bermaksiat kepada
Allah dan Rasul-Nya. Kemudian
sampai kepada kami bahwa beliau meningalkannya tatkala telah turun
ayat : “Tak ada sedikitpun campur
tanganmu dalam urusan mereka itu
atau Allah menerima taubat
mereka, atau mengazab mereka,
karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim”.
(HSR.Bukhary-Muslim) Berdalilkan dengan hadits ini
menganggap mansukh-nya qunut
adalah pendalilan yang lemah
karena dua hal :
Pertama : ayat tersebut tidaklah
menunjukkan mansukh-nya qunut sebagaimana yang dikatakan oleh
Imam Al-Qurthuby dalam tafsirnya,
sebab ayat tersebut hanyalah
menunjukkan peringatan dari Allah
bahwa segala perkara itu kembali
kepada-Nya. Dialah yang menentukannya dan hanya Dialah
yang mengetahui perkara yang
ghoib.
Kedua : Diriwayatkan oleh Bukhary
– Muslim dari Abu Hurairah, beliau
berkata : ﻪﻠﻟﺍَﻭ ?� ﺏ َّﻦَﺑَﺮْﻗَﺄَﻟ ?� ﻙ ?� ﺱَﺭ َﺓَﻼَﺻ ْﻡ ?� ﻝْﻭ ?� ﻪﻠﻟﺍ ?� ﻪﻠﻟﺍ ﻰَّﻠَﺻ ?� ﻪْﻴَﻠَﻋ ?� ﻝﺁَﻭ ?� ﻩ ?� َﻢَّﻠَﺳَﻭ َ?� ﺏَﺃ َﻥﺎَﻛ ?� ﻩ ْﻭ ?� ﻦْﻘَﻳ َﺓَﺮْﻳَﺭ ?� ﺕ ?�?� ?� ّﻆﻟﺍ ﻱ ?� ﺮْﻫ ?� ﻊْﻟﺍَﻭ ?� ﺀﺎَﺷ ?� ﺥﺂْﻟﺍ ?� ﺓَﺭ ?� ﺓَﻼَﺻَﻭ ?� ﺺْﻟﺍ ?� ﺢْﺑ ?� ﻉْﺪَﻳَﻭ ?� ﻝ ْﻭ ?� ﻢْﻟ ?� ﻡْﺅ ?� ﻥ ?� ﻦَﻌْﻠَﻳَﻭ َﻦْﻳ ?� ﻚْﻟﺍ َّ?�?� ﺍﺭَ . Dari Abi Hurairah radliyallahu `anhu
beliau berkata : “Demi Allah,
sungguh saya akan mendekatkan
untuk kalian cara shalat Rasulullah
shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam.
Maka Abu Hurairah melakukan qunut pada shalat Dhuhur, Isya’ dan
Shubuh. Beliau mendoakan
kebaikan untuk kaum mukminin dan
memintakan laknat untuk orang-
orang kafir”. Ini menunjukkan bahwa qunut
nazilah belum mansu kh. Andaikata
qunut nazilah telah mansukh
tentunya Abu Hurairah tidak akan
mencontohkan cara sholat Nabi
shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dengan qunut nazilah .
Dalil Pendapat Ketiga
Satu : Hadits Sa’ad bin Thoriq bin
Asyam Al-Asyja’i ﻕ ?� ﺖْﻟ ?� ﺏَﻷ ?� ْﻱ “ : ﺖَﺑَﺃ ﺎَﻳ ?� ﺇ ?� ْﻞَﺧ َﺖْﻴَّﻠَﺻ َﻚَّﻧ َ?� ﺱَﺭ ?� ﻝْﻭ ?� ﺏَﺃَﻭ ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻟﺁﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ ﻪﻠﻟﺍ ?� ﺮْﻜَﺑ ْﻱ ?� ﻉَﻭ ?� ﻉَﻭ َﺮَﻣ ?� ﻞَﻋَﻭ َﻥﺎَﻤْﺛ ?� ﺽَﺭ َﻱ ?� ﻪْﻨَﻋ ﻪﻠﻟﺍ َﻱ ?� ْﻡ ﻪَﻫ ?� ﺏَﻭ ﺎَﻧ ?� ﻚْﻟﺍ ?� ْﻭ َ?� ﺓ ?� ﺱ َﺲْﻤَﺧ ?� ﻥ ?� َﻦْﻳ َ?� ﻥﺎَﻛ ?� ﻦْﻘَﺑ ﺍْﻭ ?� ﺕ ?� َﻥْﻭ ?� ﻱ ?� ﻝﺍ َ?� ﺮْﺟ َ?� ?�?� َﻝﺎَﻗ “ : ﻦَﺑ ْﻱَﺃ ?� ﻡ ْﻱ ?� ﺣْﺪَﺙٌ �?. “Saya bertanya kepada ayahku :
“Wahai ayahku, engkau sholat di
belakang Rasulullah shallallahu
`alaihi wa alihi wa sallam dan di
belakang Abu Bakar, ‘Umar,
‘Utsman dan ‘Ali radhiyallahu ‘anhum di sini dan di Kufah selama
5 tahun, apakah mereka melakukan
qunut pada sholat subuh ?”. Maka
dia menjawab : “Wahai anakku hal
tersebut (qunut subuh) adalah
perkara baru (bid’ah)”. Dikeluarkan oleh Tirmidzy no. 402, An-Nasa`i
no.1080 dan dalam Al-Kubro
no.667, Ibnu Majah no.1242,
Ahmad 3/472 dan 6/394, Ath-Thoy
alisy no.1328, Ibnu Abi Syaibah
dalam Al Mushonnaf 2/101 no.6961, Ath-Thohawy 1/249, Ath-
Thobarany 8/no.8177-8179, Ibnu
Hibban sebagaimana dalam Al-Ihs
an no.1989, Baihaqy 2/213, Al-
Maqdasy dalam Al-Mukhtarah
8/97-98, Ibnul Jauzy dalam At- Tahqiq no.677-678 dan Al-Mizzy
dalam Tahdzibul Kam al dan
dishohihkan oleh syeikh Al-Albany
dalam Irwa`ul Gholil no.435 dan
syeikh Muqbil dalam Ash-Shohih Al-
Musnad mimma laisa fi Ash-Shoh ihain.
Dua : Hadits Ibnu ‘Umar ﻋَﻦْ ﺏَﺃ ?� ﻡ ْﻱ ?� ﺰَﻠْﺟ ?� َﻝﺎَﻗ “ : ﺖْﻴَّﻠَﺻ ?� ﺍ َﻊَﻣ ?� ﻦْﺑ ?� ﻉ ?� ّﺺﻟﺍ َﺓَﻼَﺻ َﺮَﻣ ?� ﺢْﺑ َ?� ?� ﻦْﻘَﻳ ْﻢَﻟ ?� ْﺕ َ?� .?� ﻕ ?� ﺖْﻟ “ : ?� ﻚﻟﺁ ?� ﺮَﺑ ?� ﻊَﻨْﻤَﻳ ?� َﻙ ,?� َﻝﺎَﻗ “ : ْﺡَﺃ ﺎَﻣ َ?� ﻅ ?� ﻩ ?� ﺪَﺣَﺃ ْﻦَﻋ ?� ﻡ ?� ﺏﺎَﺤْﺻَﺃ ْﻥ ?� ﻱْ �?. “Dari Abu Mijlaz beliau berkata :
saya sholat bersama Ibnu ‘Umar
sholat shubuh lalu beliau tidak
qunut. Maka saya berkata : apakah
lanjut usia yang menahanmu (tidak
melakukannya). Beliau berkata : saya tidak menghafal hal tersebut
dari para shahabatku”. Dikeluarkan oleh Ath-Thohawy
1\246, Al-Baihaqy 2\213 dan Ath-
Thabarany sebagaimana dalam
Majma’ Az-Zawa’id 2\137 dan Al-
Haitsamy berkata :”rawi-rawinya
tsiqoh”. Ketiga : tidak ada dalil yang shohih
menunjukkan disyari’atkannya
mengkhususkan qunut pada sholat
shubuh secara terus-menerus.
Keempat : qunut shubuh secara
terus-menerus tidak dikenal dikalangan para shahabat
sebagaimana dikatakan oleh Ibnu
‘Umar diatas, bahkan syaikul islam
Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al-
Fatawa berkata : “dan demikian
pula selain Ibnu ‘Umar dari para shahabat, mereka menghitung hal
tersebut dari perkara-perkara baru
yang bid’ah”.
Kelima : nukilan-nukilan orang-
orang yang berpendapat
disyari’atkannya qunut shubuh dari beberapa orang shahabat bahwa
mereka melakukan qunut, nukilan-
nukilan tersebut terbagi dua : 1. Ada yang shohih tapi tidak
ada pendalilan dari nukilan-
nukilan tersebut. 2. Sangat jelas menunjukkan
mereka melakukan qunut
shubuh tapi nukilan
tersebut adalah lemah tidak
bisa dipakai berhujjah. Keenam: setelah mengetahui apa
yang disebutkan diatas maka
sangatlah mustahil mengatakan
bahwa disyari’atkannya qunut
shubuh secara terus-menerus
dengan membaca do’a qunut “Allahummahdinaa fi man
hadait…….sampai akhir do’a
kemudian diaminkan oleh para
ma’mum, andaikan hal tersebut
dilakukan secara terus menerus
tentunya akan dinukil oleh para shahabat dengan nukilan yang pasti
dan sangat banyak sebagaimana
halnya masalah sholat karena ini
adalah ibadah yang kalau dilakukan
secara terus menerus maka akan
dinukil oleh banyak para shahabat. Tapi kenyataannya hanya dinukil
dalam hadits yang lemah.
Demikian keterangan Imam Ibnul
qoyyim Al-Jauziyah dalam Z adul
Ma’ad. Kesimpulan
Jelaslah dari uraian di atas
lemahnya dua pendapat pertama
dan kuatnya dalil pendapat ketiga
sehinga memberikan kesimpulan
pasti bahwa qunut shubuh secara terus-menerus selain qunut nazilah
adalah bid’ah tidak pernah
dilakukan oleh Rasulullah dan para
shahabatnya. Wallahu a’lam. Silahkan lihat permasalahan ini
dalam Tafsir Al Qurthuby 4/200-201,
Al Mughny 2/575-576, Al-Inshof
2/173, Syarh Ma’any Al-Atsar
1/241-254, Al-Ifshoh 1/323, Al-
Majmu’ 3/483-485, Hasyiyah Ar- Raud Al Murbi’ : 2/197-198, Nailul
Author 2/155-158 (Cet. Darul Kalim
Ath Thoyyib), Majm u’ Al Fatawa
22/104-111 dan Zadul Ma’ad
1/271-285.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar